Bab Ariyah
Bersama Pemateri :
Ustadz Erwandi Tarmizi
Bab ‘Ariyah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. dalam pembahasan Kitab Zadul Mustaqni. Kajian ini disampaikan pada Kamis, 20 Syawwal 1441 H / 11 Juni 2020 M.
Kajian Islam Ilmiah Tentang Bab ‘Ariyah
Kita telah sampai pada bab باب العارية. Kenapa akad ini dinamakan “lepas”? Karena lepas dari imbalan. Kalau dia memberikan barang atau benda untuk dimiliki oleh pihak lain dengan ada imbalan, nama akadnya adalah jual beli. Namun kalau dia memberikan tanpa ada imbalan dan yang diberikan adalah barang, namanya adalah hadiah.
Kalau dia memberikan jasa dari barang dengan mensyaratkan imbalan tertentu, maka ini dinamakan dengan ijarah. Kalau dia memberikan jasa barang dan barang tersebut dikembalikan nantinya maka ini dinamakan ‘ariyah, dalam bahasa kita adalah meminjamkan. Tetapi kalau barang tersebut tidak bisa dikembalikan karena habis (misalnya meminjam beras), fungsi beras tentu untuk dimasak lalu dimakan, tidak bisa dikembalikan fisik beras yang dipinjam. Sama juga seseorang meminjam rupiah. Fungsi dari rupiah adalah digunakan untuk kebutuhannya. Ketika dia kembalikan tentu bukan fisik barang yang dipinjam yang dikembalikan, tapi adalah gantinya. Maka akad ini dinamakan Qardh (قرض) dalam bahasa fikihnya. Dalam bahasa kita semuanya pinjaman. Maka yang kita bhas di sini adalah ‘ariyah.
Pengertian ‘Ariyah
Mualif mendefinisikannya:
إباحة نفع
“Hukum dari akad ‘ariyah adalah mubah”
Sebagian para ulama menjelaskan dengan rincian; tergantung mu’ir dan musta’ir. Ditangan mu’ir (orang yang meminjamkan barang) hukum asalnya adalah sunnah, bukan mubah. Karena ini termasuk dari ihsan.
…وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّـهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ ﴿١٩٥﴾
“Dan berbuat baiklah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah[2]: 195)
Dan bagi musta’ir (orang yang meminjam) yang dia umpamanya butuh mobil, kendaraannya ada tapi qadarullah dibawa oleh adiknya atau istrinya atau anaknya, akhirnya dia pinjam ke tetangga. Atau misalnya dia meminjam kebutuhan rumah seperti panci yang lebih besar. Para ulama mengatakan bahwa sesuatu yang ma’ruf yang biasa dilakukan orang meminjamnya seperti meminjam motor, panci, cangkul, suatu hal yang biasa, ini hukumnya adalah mubah (boleh) dan tidak termasuk dalam meminta-minta kalau seperti dia meminta barang. Kalau seseorang meminta barang hadiah seperti uang, beras, ini yang terlarang. Tapi kalau minta jasa dari barang dan barangnya masih ada, ini ma’ruf, biasa orang-orang melakukannya.
Itulah yang dimaksud dengan إباحة نفع عين, maknanya adalah membolehkan, berarti hukumnya mubah. Bagi mu’ir adalah mustahab dan terkadang hukumnya adalah wajib untuk menyelamatkan -umpamanya- orang yang dalam musibah. Seperti tetangga yang dalam keadaan darurat, qadarullah butuh untuk diantar ke rumah sakit. Maka ini sepakat para ulama wajib bagi anda untuk meminjamkannya. Karena untuk menyelamatkan tetangga. Bila tidak anda pinjamkan, anda berdosa. Tentu dengan syarat selagi tidak memudharatkan pemilik barang tadi.
Kalau diapun butuh dan cuma satu, hukum asalnya adalah mubah. Jadi hukum asalnya adalah mubah, bisa menjadi disunnahkan, bisa menjadi wajib, tergantung kondisinya.
Adapun ijarah (sewa-menyewa) akadnya adalah memberikan kepemilikian kepada pihak yang menyewa. Apa yang dia miliki? Bukan barang, tetapi jasa dari barang; jasa dari rumah, jasa dari mobil yang dia sewa. Maka jasanya itu miliknya dia. Ketika miliknya dia, terserah dia, boleh dia yang pakai, boleh istrinya yang pakai, boleh anaknya yang pakai, boleh dipinjamkan juga ke tetangganya.
Tapi kalau إباحة نفع عين ini, hanya mubah. Dia mubah bagi anda untuk memakainya. Apakah menjadi hak anda jasa barang tersebut? Jawabannya tidak. Maka tidak bisa anda pindahkan jasanya ke pihak lain. Misalnya anda meminjam mobil dari tetangga, lalu adik ipar anda atau adik anda ingin meminjamnya, maka tidak boleh anda pinjamkan kepada dia. Karena jasa dari ini bukan milik anda sehingga anda hanya boleh memakai saja.
Mualif berkata:
تبقى بعد استيفائه
“Yang barang tersebut masih ada setelah selesai penggunaan manfaatnya.”
Ini seperti yang kita contohkan diawal. Anda meminjamkan motor, Alhamdulillah motor masih ada dan dikembalikan kepada anda, ini namanya ‘ariyah. Tapi kalau anda meminjamkan uang yang tentu uang ini dipakai, maka ini babnya bukan bab ‘ariyah, tapi bab qardh, walaupun dalam bahasa Indonesia sama-sama dinamakan pinjaman. Tapi konsekuensinya nanti akan berbeda.
Hukum ‘Ariyah
Mualif menjelaskan hukumnya di sini:
وتباح إعارة كل ذي نفع “مباح”
“Dan mubah melakukan akad ‘Ariyah dengan syarat barang tersebut ada manfaat yang mubah”
Kalau memberikan manfaat yang haram, tidak boleh dipinjamkan. Seperti barang-barang yang haram manfaatnya, maka ini tidak boleh dipinjamkan.
Simak penjelasan lengkapnya pada menit ke-13:59
Download mp3 Kajian Islam Tentang Bab ‘Ariyah
Podcast: Play in new window | Download
Download mp3 kajian yang lain di mp3.radiorodja.com
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48554-bab-ariyah/